Surakarta, Barometerjabar – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia melalui Putusan Kasasi Nomor 1950 K/Pdt/2022 telah menyatakan bahwa Sri Susuhunan Paku Buwana XIII terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan menyalahgunakan SK Menteri Dalam Negeri No.430-2933 Tahun 2017 dalam pembentukan kelembagaan Karaton Surakarta.
Putusan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkracht dan dieksekusi secara nyata (eksekusi riil) pada 8 Agustus 2024 oleh Pengadilan Negeri Surakarta melalui Penetapan No. 13/PEN.PDT/EKS/2023/PN.Skt. Dimana struktur kelembagaan Karaton yang sah adalah yang berlaku pada tahun 2004, sesuai tradisi dan paugeran Karaton, dimana GRA Koes Moertiyah Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng sebagai Pengageng Sasana Wilopo.
Berikut Poin-Poin Penting Putusan MA
* SISKS PB XIII menyalahgunakan SK Kemendagri No. 430-2933 Tahun 2017.
* Pembentukan bebadan kelembagaan, penggembokan akses adat dan pariwisata dan penelitian, serta pelaporan polisi yang dilakukannya dinyatakan tidak sah.
* Seluruh keputusan kelembagaan pasca-2017 dinyatakan tidak memiliki dasar hukum.
* Struktur kelembagaan Karaton yang sah adalah yang berlaku pada tahun 2004, sesuai tradisi dan paugeran Karaton, dimana GRA Koes Moertiyah Wandansari sebagai Pengageng Sasana Wilopo.
* Eksekusi memerintahkan pembukaan Pintu Kori Kamandungan, pusat jalur upacara adat, sebagai simbol pemulihan kewibawaan Karaton.
Setelah adanya keputusan Mahkamah Agung, Ketua Lembaga Hukum Karaton Surakarta Dr. KPH Eddy S. Wirabhumi, SH., MM., menilai bahwa Karatom bukanlah milik pribadi melainkan warisan. Atas dasar itu, artinya sudah clear dan tidak bisa diperdebatkan lagi.
“Putusan ini adalah kemenangan konstitusional dan kultural seluruh keluarga besar Dinasti Kasunanan Surakarta. Karaton bukan milik pribadi, melainkan warisan Keluarga Besar Dinasti Mataram juga khasanah Budaya Bangsa yang harus dijaga dengan hukum dan paugeran. Ini adalah saatnya kembali pada marwah budaya,” ujar suami dari Gusti Kanjeng Ratu Koes Moertiyah Wandansari (Gusti Moeng).

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa posisi SISKS PB XIII tetap dihormati sebagai Pemangku Adat, namun segala tindakan kelembagaan yang lahir dari SK 430-2933/2017 telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan tidak memiliki kekuatan hukum.