BAROMETER JABAR – Desa Padamukti, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, kini menjadi salah satu lokasi untuk mendorong pengelolaan limbah secara mandiri di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Inisiatif ini merupakan bagian dari Program Citarum Action Research Project (CARP), yang melibatkan kolaborasi antara Indonesia dan Australia sejak 2019.
Proyek ini bertujuan memberdayakan masyarakat dengan mengoperasikan fasilitas pengelolaan limbah berbasis ekonomi sirkular, yaitu Tempat Pengelolaan Sampah Reuse-Reduce-Recycle (TPS3R).
Selain itu, proyek yang didukung KONEKSI ini juga mendukung kemitraan antar organisasi Australia dan Indonesia dalam bidang kebijakan serta teknologi berkelanjutan.
Peneliti utama riset dari Monash University, Diego Ramirez-Lovering, menjelaskan bahwa pendekatan inovatif ini sangat penting untuk menciptakan sungai yang bersih, sehat, dan produktif.
“Tujuan kita jelas untuk mencapai zero waste dan merehabilitasi sungai demi masa depan yang berkelanjutan,” ujar Diego belum lama ini.
Diego menambahkan, meskipun proyek ini baru dimulai di Desa Padamukti, mereka berencana mengembangkannya ke lebih dari 600 desa di sekitar DAS Citarum.
“Kami berusaha menciptakan model yang bisa diperluas untuk seluruh wilayah Citarum,” jelasnya.
Reni Suwarso, peneliti dari Universitas Indonesia, menambahkan bahwa proyek ini tidak hanya mencakup pengelolaan limbah mandiri, tetapi juga pengembangan ekowisata berbasis air dan toilet daur ulang di Desa Cibodas.
Proyek ini melibatkan tiga percontohan utama: TPS3R di Desa Padamukti, serta dua proyek ekowisata dan toilet daur ulang di Desa Cibodas.
“Proyek ini bertujuan menciptakan kesejahteraan inklusif dan kesetaraan gender, serta menekankan pentingnya memahami konteks lokal dalam setiap langkah yang diambil,” ujar Reni.
Salah satu tantangan utama proyek ini adalah kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Reni menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, media, dan sektor bisnis untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan.
“Kami menyebutnya pentahelix, karena tanpa keterlibatan semua pihak, perubahan yang diinginkan sulit tercapai,” ungkapnya.
Reni berharap proyek CARP dapat memberikan dampak positif yang luas, tidak hanya dalam pengelolaan limbah, tetapi juga dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian lokal.
“Kami telah melihat perubahan yang luar biasa di masyarakat desa sejak kami mulai bekerja di sini,” tutupnya.