Barometer Jabar – Yayasan Mardiwijana Bandung-Satya Winaya menyelenggarakan pelatihan Penyadaran Diri dalam Merawat Bumi, Kamis (4/1/2024).
Menurut Ketua Yayasan Mardiwijana Bandung Dr. Ir. Sherly Iliana, MM., pelatihan tersebut menjadi landasan transformasi dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.
Melalui kegiatan tersebut, Sherly mengajak 200 guru sekolah Santo Aloysius untuk menjadi agen perubahan dalam mengelola dan melindungi bumi.
Mereka juga diharapkan memiliki komitmen dan tanggung jawab tinggi untuk mendidik para siswa dan generasi muda dalam melindungi bumi.
Dari kegiatan bertajuk “A New Beginning of Sustainable Future” tersebut, diharapkan Sherly dapat memberikan dampak yang luas ke seluruh lapisan masyarakat dan dunia.
Acara dirangkaikan dengan penanaman benih sayuran yang dilakukan seluruh peserta. Mereka akan merawatnya hingga 35 hari ke depan.
“Esensi dari kegiatan ini sebenarnya adalah bagaimana para peserta menanam atas dasar kecintaan dan penyadaran diri akan lingkungan,” jelas Sherly.
Menurutnya, setiap orang dapat menanam atau melakukan kegiatan apapun. Namun yang terpenting, bagaimana setiap orang melakukan kegiatan itu untuk bumi sebagai rumah kita.
Sementara itu, Pastor Agustinus Sudarno, OSC., M.Pd. menandaskan nilai utama dari kegiatan tersebut adalah penyadaran diri terhadap bumi.
“Jadi yang harus diperhatikan oleh kita adalah give and take, bukan take and give. Artinya, apa yang kita lakukan untuk bumi, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Penyadaran diri yang dimaksud Pastor Agustinus adalah bahwa setiap perbuatan akan selalu dilandasi dengan cinta.
Demikian halnya ketika berbuat sesuatu untuk bumi, jika dilandasi dengan cinta, maka dampaknya akan sangat baik.
Ia menambahkan, bumi akan memberikan yang terbaik bagi siapapun yang merawatnya dengan cinta.
“Maka, lakukanlah dengan cinta untuk bumi sebagai rumah kita bersama,” ajaknya.
Menurut panitia penyelenggara, Elia Hasudungan Butarbutar dan Francisca Anie Triastuti, setiap peserta akan membuat refleksi selama merawat tanaman sayuran yang mereka tanam.
“Harapannya, semua pengalaman dapat diintegrasikan dalam tugas mereka sebagai guru dan menjadi teladan bagi para siswa,” ujar Francisca.

Selain menanam, peserta pelatihan juga megikuti praktik Ecoprint, dimana bahan-bahan dari alam digunakan untuk membuat seni motif diatas sehelai kain.
“Pembuatannya dilakukan dengan teknik Botanical Spring atau biasa disebut teknik steam (kukus),” tambah Elia.
Sebelumnya, kain yang digunakan terlebih dahulu diolah melalui beberapa tahapan seperti scouring, mordanting, dan fiksasi.
Setelahnya, para peserta menyusun daun, bunga, akar, dan bahan lainnya. Kain kemudian digulung dan dikukus selama sekira 1,5 jam.
Setelah tahap pengukusan selesai, barulah peserta dapat melihat hasil cetak alami, berbentuk motif sesuai bahan yang digunakan.
Jurnalis: Yono